10 Years Later Part 4

"Ndis, ngelamun aja." Kata Izzudin menyadarkanku.
"Eh... engga. Gue terharu aja liat ini semua. People changed. By the way, makin cakep aja lu." Kataku memuji dan sedikit menggodanya.
"Elunya aja kali yang emang udah dari dulu terpesona sama gue." Kata dia sedikit salah tingkah.
"Iya. Apalagi model lu gini udah kayak suami idaman." Kataku menambahkan.
"Lo beneran naksir gue ya?" Tanyanya tiba-tiba serius.
"Yah... dulu. Tapi kalo sekarang gue yakin cuma rasa kagum kok. Hahahaha... serius amat sih lu nanyainnya. Dari dulu ampe sekarang gue masih tetep terpesona sama lu kok. Tapi gue yakin seyakin-yakinnya orang yang punya keyakinan kalo gue bukan jodoh lu." Kataku tersenyum tulus.
"Kok?"
"Iya. Selain karena emang cuma rasa kagum gue sadar kalo gue ga cocok bersanding sama lu. Dan gue yakin ada yang lebih cocok dari gue buat jadi jodoh lu. Aduh... berat banget gue ngomongnya. Elu sih! Udah ah... gue mau kesana dulu." Kataku berjalan pergi.
"Ndis, gue nanya dong." Kata Izzudin yang membuatku menghentikan langkah dan berbalik.
"Lauhul sama Fauzan kenapa ga dateng?"
"Fauzan ngabarin kalo dia lagi masa training buat masuk FBI. Kalo Lauhul dia sibuk bisnis. Sayangnya dia suka main cewek. Jadi gue agak bersyukur sebenernya dia ga dateng. Hehehehehehe...." kataku sambil nyengir.
"Lauhul kan temen lu."
"Iya. Tapi bukan kelakuannya."
"Hahahaha... iya juga. Satu lagi dong"
"Hmm?"
"Lu masih suka Gilang?"
"..... ga tau. Ga bisa jawab." Jawabku menunduk, menyembunyikan mukaku yang memerah.
"Sepuluh tahun, Ndis? Ckck. Dodol banget Gilang kalo milih yang lain."
"Apasih! Lagian masbuloh?" Kataku kesal karena dia mengatakan hal yang mungkin saja terjadi--Gilang memilih perempuan lain. Aku benar-benar berlalu dari hadapannya.
Memang kenapa kalo sampai sepuluh tahun? Lagian apa maksud dia memilih cewek lain? Memang iya ya Gilang udah nikah? Masa iya gue nanya langsung? Engga. Engga. Mau ditaro mana ni muka coba? Kataku merutuk dan menggelengkan kepala. Tanpa sadar aku berjalan ke arah taman cafe itu. Sampai akupun tidak mendengar suara langkah kaki di belakangku.
"Hei, Ndis. Kenapa disini? Tidak di dalam? Acaranya baru saja mulai." Kata orang itu. Aku yang kaget menjadi gugup dan salah tingkah.
"Eh... oh... itu... gue lagi pengen ngadem." Kataku tidak menemukan alasan lain yang masuk akal.
"Mau ditemenin?" Tanyanya menawarkan. Kalau Tami, Eva atau Ahlan bahkan Izzudin sekalipun aku pasti mengiyakan. Sayangnya bukan salah satu diantara mereka. Tapi orang itu.
"Uh? Ga usah deh. Gue mau masuk lagi aja. Belum ketemu sama sayap kanan soalnya." Kataku segera berbalik.
Fiuh... untung dia ga ngejar gue. Lagian aduh... kenapa yang nemenin malah dia? Ada gue malah bikin dia ilfeel lagi kalo gue deket dia lama-lama. Batinku dalam hati.
***
Tidak ada hal spesial yang terjadi di acara reuni ini. Kecuali kabar kalau Cindy udah jadi istri Aul dan Irfan sudah melamar Tasya dan akan melangsungkan pernikahan sebentar lagi.
Duh... senengnya liat mereka. Udah nemuin belahan jiwa. Batinku melihat mereka terharu.
"Heh! Ngapain ngelamun gitu? Kangen ya belum ketemu gue?" Tanya Tami iseng.
"Yee... pe-de banget lu. Tapi emang sih. Haah... padahal Tam kan dulu gue yang berisik ngomongin nikah mulu. Nah! sekarang? Malah mereka duluan sekarang. Bahkan Irfan aja ngelangkahin gue." Kataku sedih.
"Aduh... kasian ayang bab-ku ini. Sini sini aku peluk." Katanya merangkulku.
"Apaansih! Lebay lu. Gue ga segitu desperate-nya juga kali." Kataku melepaskan rangkulannya--geli.
Acara berlangsung seru. Kita melakukan banyak permainan. Tentu saja minus minuman beralkohol. Walaupun tidak dipungkiri banyak asap rokok di sekelilingku. Banyak juga yang tidak berubah secara drastis seperti Dafy, Alia, Nadia, Radit, Fajrul, Fadli dan Abas. Karena, sudah tidak tahan dengan asap rokok di sekelilingku aku keluar dari permainan TOD dan berjalan keluar, diikuti seseorang. Aku yakin itu dia. Karena, saat bermain tadi aku berkali-kali melihatnya memandangku. Padahal aku bersikeras dalam hati bahwa itu hanya perasaanku saja.
"Lo dari dulu kayaknya ga berubah ya." Katanya.
"Apa? Elu aja kali yang jadi aneh. Ngapain ngikutin gue coba?" Tanyaku kesal entah kenapa.
"Gue.... emang ga boleh?" Tanyanya--yang aku yakin pura-pura--polos.
"Boleh aja sih... tapi kenapa mesti ngikutin gue gitu? Ga ada yang lain? Ato kenapa ga dari dulu?" Tanyaku balik--menyudutkannya.
"Itu dia. Gue sekarang mau minta maaf atas sikap gue dulu. Mungkin sekarang udah telat. Tapi lebih baik telat dari pada engga, kan?"
"Eng... ya terserah lo deh ya. Gue maaf-in. Gue mau masuk dulu. Panas disini ternyata." Kataku sesegera mungkin menyingkir dari hadapannya. Karena terburu-buru tanpa sengaja aku malah menabrak Fira?
***
TBC
Ohohohoho.... akhirnya gue post juga nih cerita. Gimana gimana? Makin aneh ya? Fyi, aja nih buat kalian kalian yang baca. Semua cast di ambil dari tokoh kehidupan nyata. Dengan sedikit sifat dan karakter yang sedikit... err... kayaknya banyak yang di ubah.
Kalo policeliners pada baca. Bolehlah kritik ga suka sama sifat ato apa. Ato mungkin request mau jadi tokoh utama-nya? Monggo. Kalo gue dapet ide gue usahain deh ya. Tapi maaf banget ini kan emang cuma khayalan gue ya liners. Jadi tidak ada perubahan cerita. Fufufufu. See ya. Love you all♥♥

Comments

Popular posts from this blog

Backstabber

Destiny?

Not Saying Word