10 Years Later Part 5

"Fira? Yaampun. Sekarang udah tinggi makin bagus badannya. Tapi tetep gue kalah sama lu." Kataku memuji.
"Gendis? Ah... lu bisa aja. Lu kali yang ga tinggi-tinggi." Katanya bercanda.
"Hahahaha... iya kali ya. Kenapa keluar?"
"Iya nih. Pengap di dalem bau rokok banget. Lu sendiri sama Gilang kenapa di luar?" Tanyanya curiga.
"Gapapa. Kebetulan kok dia juga diluar. Gue masuk dulu ya." Kataku bergegas pergi sebelum Gilang sempat menghampiriku lagi.
"Gilang! Ngapain disitu?"
'Fiuh... untung ada Fira. Rese nih jantung deg-deg-an ga jelas.' Batinku lega. Belum sempat menghela nafas kedua kalinya untuk menetralkan debaran jantung dia sudah berada tepat disisiku. Bisa juga dia mengelak dari Fira.
"Kenapa lo pikir bisa kabur dari gue?"
"Karena, emang bisa." Kataku tersenyum manis menutupi rasa gugupku berdiri disebelahnya.
"Gilang!" Radit memanggilnya dan berjalan ke arah kami.
"Ndis, gue harus ngomong sama lu." Katanya sempat menahanku sebelum ia ditarik Radit, Fadli dan yang lain menjauh.
"Terserah dia aja. Bisa serangan jantung lama-lama. Haduh Ndis, sepuluh tahun dan masih deg-deg-an ampe salah tingkah pula. Ga normal nih gue." Aku makin uring-uringan dengan sikapnya dan keadaanku yang masih bereaksi berlebihan didekatnya. Tanpa sadar aku berjalan keluar(lagi). Dan ternyata dia juga diluar.
'Aduh... bodoh banget kan. Kenapa malah ketemu lagi coba? Ada kan dia mikirnya gue nungguin dia ngomong. Dodol. Dodol.' Gumamku memukul kepalaku sendiri.
"Oke. Gue ga liat. Puter balik, Ndis."
Sayangnya dia yang melihatku berbalik segera menarik tanganku untuk berbalik.
"Ndis, lu bisa ga dengerin gue dulu?"
"Yaudah. Mau ngomong apa?"
"Masa iya ngalangin jalan gini?"
"Yaudah." Kataku sambil bergeser sedikit agar tidak menghalangi pintu.
"Susah banget sih! Ayo." Dia menarikku ke bangku di taman itu. Nyamannya sih pegangan tangannya tapi jantungku makin ga sehat jadinya. Aku duduk di bangku itu menjaga jarak darinya dengan duduk di paling pinggir.
"Kenapa harus jauh-jauh?" Tanyanya dan malah bergeser ke arahku.
"Mau ngomong doang kan? Bukan muhrim juga." Jawabku logis. Berusaha membuatnya bergeser menjauh.
"Hmm... yaudah geseran dikit sini napa? Kalo gini kan gue ngomongnya harus keras berarti."
"Ya gapapa lah. Ngomong aja kenapa sih? Gue masuk nih." Ancamku karena mulai kesal sendiri.
"Oke oke."
Ternyata cuma minta maaf atas sikapnya dulu dan dia bilang, "Apa?" Tanyaku kaget--shock lebih tepatnya.
***
TBC
Hayooo..... apa ya yang dia bilang? Kepo ga kepo ga? Ga kepo ya? Kalo ga lanjut nge-postnya nanggung bentar lagi tamat. Yaudahlah ya...
Thank you for reading and leave comment♥

Comments

  1. Kenapa di dialog nya gak, 'hmm..geseran sikek sini ngapa?' wkwk. Keren, Ndis :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Backstabber

Destiny?

Not Saying Word