Fortune or Curse?

"Hoahm.... jam berapa sih? Gawat! Gawat! Gawaat! Gue telat! Telat! Telat! Ayaah.... ibuuu... aku telaat." Kataku setengah berteriak membangunkan seisi rumah yang sudah kesiangan.
"Tuhkan! Kamu ga pasang alarm apa?" Kata ibuku yang malah mengomel padaku. Yang bisa kulakukan hanya nyengir tidak jelas sambil meminta maaf.
"Udah kook." Kataku. Padahal kan aku juga baru tidur dua jam gara-gara keasyikan baca novel.
***
"Huft. Hampir aja gue kena. Untung aja. Alhamdulillah." Kataku sambil mengelus dada sehabis jalan cepat memasuki pintu gerbang.
"Oi! Kay, temenin gue yuk ke koperasi." Kata Dila sesaat setelah aku duduk dibangku. Untung saja guru di jam pertama juga belum masuk.
"Ga sabar amat sih lu. Gue baru juga nyampe."
"Yaelah... maap deh. Tapi mau ya?"
"Iya deh." Jawabku malas.
"Yaudah. Ayo buruan." Katanya menarikku bangun. Setengah terpaksa aku berjalan mengikutinya ke kantin. Aku baru ingat. Aku belum sarapan karena terburu-buru tadi.
"Dil, gue pinjem duit lu dong. Bayarin dulu ini rotinya. Gue lupa ngantongin duit."
"Nyeh... yaudah. Tapi jangan lupa ganti loh."
"Iya elah. Makasih Dilaa"
"Hmm..."
***
"Bel jam berapa sih, Dil?"
"10 menit lagi paling. Kenapa sih lu?"
"Ga tau. Gue lagi mager banget belajar. Pengen buru-buru pulang aja bawaannya."
"Sama."
"Gue peduli gitu?"
"Yee... rese lu." Katanya menyikutku.
"Hahahaha... becanda elah."
KRRIIING!
"Alhamdulillah..." kataku menarik nafas lega. Aku juga tidak tahu ada apa denganku hari ini. Selain malas aku sudah dua kali sial hari ini. Lupa bawa duit sehingga aku jadi kelaparan dan tidak mengerjakan--tidak membawa tepatnya--PR Fisika yang membuatku suruh menulis satu halaman folio bergaris kalimat 'aku nakal. Tapi tidak akan mengulangi kenakalanku lagi.' Untung saja uangku masih cukup untuk pulang.
Tapi ada-ada saja guru itu. Seperti hidup di jaman 90an. Untungnya aku tidak disuruh membersihkan toilet perempuan yang luas itu. Ah... sudahlah. Kenapa aku malah curhat?
***
"Akhirnya....." kataku setelah akhirnya duduk di dalam angkot yang biasa membawaku pulang. Selama beberapa saat aku sempat tertidur. Saat bangun ada seorang ibu-ibu membawa begitu banyak belanjaan dan terlihat sangat kesulitan. Aku hanya memperhatikan sampai dia turun. Sesaat setelah angkot yang kunaiki jalan, aku melihat bungkusan di tempat ibu tadi duduk.
Aku yakin sekali itu adalah belanjaannya juga. Entah didorong oleh perasaan apa. Aku segera menyetop angkot dan ikut turun membawa bungkusan itu. Berusaha untuk menyusul ibu tadi dan memberikan bungkusannya yang tertinggal.
***
"Yaampun! Yang penting malah ketinggalankan. Gimana ya? Kalo ada yang balikin saya bakal jodohin ama anak saya deh kalo cewek. Kalo cowok bakal saya angkat jadi anak deh." Kata saya saat bungkusan yang berisi dompet dan handphone tertinggal di angkot tadi.
Tiba-tiba ada seorang perempuan berpakaian SMA berlari menghampiri saya. Saya terkejut bukan main. Perempuan itu kan anak yang tertidur di angkot tadi.
"Hhh...bu...hhh...ini...tadi...hhh...ketinggalan." katanya mengacungkan bungkusan yang saya cari-cari.
"Bu... ini bungkusanya ketinggalan."katanya lagi karena melihat saya hanya memandanginya.
"Eh...iya. makasih ya nak. Siapa namamu?"
"Kayna, bu. Saya pulang ya, bu." Katanya berbalik. Saya tersadar. Saya harus menepati janji saya. Lagipula anak ini cukup manis menurut saya.
"Eh.... tunggu Kayna. Kamu bisa bantu saya? Rumah saya ada diujung sana. Saya sedikit kerepotan membawa ini semua. Kamu bisa tolong saya?"
"Baiklah." Jawabnya dan mengambil alih beberapa barang di tangan saya.
"Terima kasih. Kamu baik sekali." Kata saya.
"Tidak apa, bu. Saya senang bisa membantu."
***
Ibu itu mengajakku masuk ke rumahnya. Rumahnya ternyata asri dan lebih luas daripada rumahku. Apa dia tidak punya seorang anak untuk membantunya ya? Tapi buat apa aku ikut campur?
"Kamu mau minum apa, nak?"
"Eh... ga usah repot bu. Saya langsung pulang saja. Ibu saya sudah menunggu dirumah dari tadi." Jawabku menolak dengan halus.
"Benarkah? Kalau begitu ada yang ingin ibu minta dari kamu, boleh?"
Apa-apaan ibu ini? Sudah untung di bantu. Kenapa malah minta lebih? Hush. Aku tidak boleh berburuk sangka. Siapa tahu saja beliau benar-benar butuh bantuan.
"Minta apa, bu?"
"Kamu mau ya dijodohkan dengan anak saya?"
"APAAA?!! Eh... maaf bu." Kataku menunduk saat sadar aku telah berteriak di depan orang tua.
"Tidak apa-apa. Saya tahu kamu kaget. Tapi apa kamu bersedia?"
"Aduh bu. Masalahnya ini masalah jodoh bu. Saya bukannya tidak mau. Tapi... gimana ya? Aduh.. saya ga bisa jelasinnya. Lagipula kan saya juga harus minta pendapat orang tua saya bu" Kataku bingung harus menolak bagaimana.
"Oh... masalah orang tuamu. Saat saya bertanya padamu tadi, saya sebenarnya adalah teman orang tuamu Kayna. Dan tadi saya sempat menghubungi mereka dan menanyakannya. Mereka sih setuju."
"Oh?!" Apalagi ini? Pantas saja ibu mengirimiku sms harus mau. Maksudnya mau menerima perjodohan ini. Ada apa sama hidup gue? Mending kalo anaknya cakep, sepantaran atau sedikit lebih tua. Kalo ternyata masih bocah terus nakal gimana? Tapi itu mah mending. Kalo ternyata anaknya udah 30an dan belum nikah? Yaampun mikir apa sih gue?
"Gimana Kayna? Saya bisa panggil anak saya dulu kalau kamu masih ragu. Renoo..."
"Apasih ma? Aku baru mau istirahat." Kata suara berat cowok dari belakangku. Aku makin menundukkan kepalaku. Takut apa yang aku pikirkan menjadi kenyataan.
"Duduk sini sebelah mama. Kenalin ini Kayna." Kata beliau pada anaknya yang aku lihat menghampiri beliau dari samping
"Jangan bilang ini perjodohan lagi." Kata cowok itu. Yang aku masih tidak tahu tampangnya.
"Bukan. Ini tentang janji mama." Kata ibunya menjelaskan. Aku sungguh penasaran dengan wajahnya. Tapi sungguh aku masih tidak berani melihat mimpi burukku.
"Kayna, kenalkan ini Reno putra ibu yang akan ibu jodohkan denganmu."
"APAA?!!" Kata cowok itu dengan suara menggelegar yang terkesan....tampan? Hh.... otakku sudah konslet rupanya. Aku yakin cowok itu sama tidak siapnya denganku.
"Tenanglah. Kuping mama sakit mendengar teriakanmu tahu." Kata beliau memarahi anaknya.
"Kayna, ini Reno. Reno, ini Kayna." Kata beliau sambil menyentuh tanganku pelan. Aku mengangsurkan tanganku. Tapi masih tidak berani menatap wajah anaknya.
Dilihat dari tangannya yang besar dan kuat sepertinya dia cukup tampan dan tidak setua yang aku pikirkan.
"Gue Reno." Katanya menggenggam tanganku cukup keras sampai aku mendongak dan hampir menyumpahinya jika tidak sempat melihat wajahnya yang hampir sempurna kalau bisa di bilang.
Oh my.... gue ga bakal nolak kalo cowoknya kayak ni orang. Batinku masih memandangi wajahnya.
"Nama lu?"
"Eh... oh... Kay. Kayna." Jawabku sedikit grogi. Dengan canggung aku melepaskan tanganku yang juga hampir retak digenggam olehnya.
"Jadi gimana?" Tanya beliau padaku
"Apanya, bu?" Tanyaku bingung.
"Perjodohannya."
"Eh...uh... saya terserah Ka Reno aja deh. Kalo Ka Reno nolak, saya ga masalah." Jawabku akhirnya. Ya,itu keputusan yang tepat. Kalau aku bersedia ternyata dia tidak kan aku malu.
"Baiklah... kalau begitu kalian akan bertungan segera." Kata beliau lagi yang membuatku makin kaget.
"Maa... kan aku belum bilang apapun." Katanya setengah merengek kepada ibunya yang kalau aku akui agak aneh. Karena, di jaman sekarang masih ada yang membuat janji aneh dan berpegang pada janjinya itu.
"Ga ada tapi Reno. Ini janji mama. Jadi mama harus tepati."
"Tapi kan tidak harus melibatkanku."
"Iya, bu. Kalau Ka Reno tidak bersedia tidak apa." Kataku berusaha tidak membuat mereka bertengkar gara-gara aku.
"Tidak Kayna. Ini harus terlaksana. Katanya kamu ditunggu ibumu kan? Biar Reno yang antar." Kata beliau tidak mau dibantah.
"Maa..." katanya masih berusaha memohon.
"Tidak. Sudah sana antarkan."
***
"Lo jangan kesenengan ya." Kataku pada anak SMA disebelahku.
"Ngapain? Disekolahku masih ada yang lebih ganteng dari kakak tau. Namanya Gilang. Kalo kakak mah... ga nyampe lah.... standard aku." Katanya membalas perkataanku lebih panjang. Dan hei! Aku yang tampan ini masih bukan tipenya?
"Pede banget sih lo anak kecil. Emang Gilang lo itu mau sama lo?"
"Engga sih. Tapi kakak masih tetep kalah sama dia. Wek." Katanya lagi dengan menjulurkan lidahnya.
"Dasar anak kecil. Lagian mana ada yang mau sih ama lo? Pendek dan kurus gitu."
"Kakak rese ya. Kalo ga mau dijodohin ama aku paksa aja ibu kakak tuh buat batalin. Jangan malah ngatain aku. Nyebelin. Aku pulang sendiri aja." Katanya berjalan lebih cepat dengan muka tertekuk. Hah... susah berurusan dengan anak SMA. Apa coba yang dipikirkan mama? Cepat juga dia berjalan dengan kaki pendeknya itu.
Saat aku hendak berbalik dan masuk ke dalam rumah tiba-tiba dia datang lagi. Apasih maunya anak itu?
"Ka?"
"Apa?"
"Pinjem duit boleh? Uang ku udah abis. Ga bisa pulang." Katanya menunduk setelah berbicara padaku.
"Hwahahahahaha...."
"Ish..... kalo ga mau minjemin ga usah ketawa gitu dong." Katanya berbalik masih bergumam.
"Huft. Terpaksa deh... yaampun. Gempor dah nih." Gumamnya yang masih terdengar di telingaku. Aku menahan tangannya sebelum dia berjalan pergi. Dia menoleh dengan ketus bertanya.
"Apa?"
"Aku anter kamu pulang." Kataku menariknya ke dalam, menuju mobilku.
***
Tampan sih... tapi kalau sifatnya menyebalkan begitu, ga heran kalo dia harus dijodohin dulu. Hahahhaha... batinku sambil tersenyum sendiri.
"Kenapa kamu senyum-senyum?" Tanyanya datar, sempat melirik kearahku sekilas.
"Tidak kok. Tidak ada apa-apa." Jawabku masih tersenyum. Hening sebentar sebelum aku memanggilnya.
"Ka?"
"Apa?" Tanyanya masih datar.
"Jangan datar gitu kenapa sih?"
"Iya kenapa anak kecil?" Tanyanya sedikit lebih bernada.
"Ish... anak kecil lagi. Aku tuh udah 17 tau kak."
"Tetep aja kamu masih labil kayak anak kecil." Katanya tanpa sadar mengacak rambutku. Membuatku terdiam dan membuatnya bertanya.
"Kamu kenapa?" Tanyanya kali ini menolehkan kepalanya.
"Gapapa. Kakak tau kan arahnya? Aku mau tidur ya ka. Nanti kakak bangunin kalo udah sampe rumahku." Kataku dan segera menutup mata sebelum dia sempat bertanya atau mengataiku lagi.
Yah.... entah akan menjadi keberuntungan atau kesialan nantinya. Tapi kalau ini memang jalan cerita cintaku, apa salahnya dijalani?
***
"Hhh... dasar anak kecil ga sopan. Emang gue supir apa?" Kataku menoleh kearah Kayna yang sudah bernapas dengan teratur. Benar tidur dia rupanya.
Tapi kalau aku perhatikan baik-baik, dia tidak jelek. Manis malah. Mukanya tidak bosan kalau dipandangi lama-lama. Aku menghela napas panjang. Aku tidak pernah berurusan dengan anak SMA. Aku bukan orang yang terlalu peduli. Dengan pacar-pacarku terdahulu saja aku terkesan cuek. Bagaimana aku menghadapi anak SMA ini nantinya?
Hhh.... entah akan menjadi keberuntungan atau kesialan nantinya. Tapi kalau ini memang jalan cerita cintaku, apa salahnya dijalani?
***
END
Huah..... apapun pendapat kalian. Comments are accepted... :-*

Comments

Popular posts from this blog

Backstabber

Not Saying Word