Just Think

Aku melangkahkan kaki ke luar gerbang. Disana berdiri dia dengan segala pesonanya. Menyapaku dengan senyumnya yang membuatku meleleh seandainya bisa.
Tiba-tiba seorang perempuan muncul dari balik bahunya. Menyapaku juga dengan senyum seperti malaikat. Sungguh bodoh diriku. Yah.... kalian tahu apa yang kalian tahu. Benar. Tebakan kalian benar. Apapun yang kalian pikir tentang aku itu benar.
Aku bodoh? Memang. Aku tidak akan menyangkalnya. Pada kenyataannya aku menyukai dia yang sudah memiliki pendamping. Merebutnya? Kalian gila. Menyukainya saja sudah merupakan kegilaan bagiku.
Apakah....? Tidak. Dia tidak tahu. Dan aku sama sekali tidak mengharapkannya untuk tahu. Tidak ada gunanya juga. Coba kalian pikir. Wanita secantik--salah--semanis dia bersaing denganku? Tentu saja dia kalah. Bahkan aku berjuta kali melebihi wanita itu. Kecuali satu hal. Hatinya yang entah seperti apa. Yang jelas wanita itu yang selalu membuatku kembali bangkit di semua keterpurukanku. Tidak mungkin aku merebut dia.
Coba pikir. Apa kalian tega menghancurkan kebahagian seorang malaikat yang telah ada disisi kalian hampir selama kalian hidup? Kalian yang jahat jika berpikir begitu.
Sudah cukup aku menanggung dosa dengan menyukai dia diam-diam. Memang mungkin tidak masalah jika dia bukan milik wanita itu. Wanita yang selalu kupanggil, sist. Tapi beda karena dia dimiliki wanita itu. Dosa ku akan semakin banyak jika merebut dia dan menyakiti wanita itu.
Aku pasti juga berdosa padanya yang telah mencintaiku dengan tulus. Memikirkan hal ini saja membuatku merasa bersalah padanya. Aku harus segera menghentikan tulisanku ini. Lagipula bagaimana mungkin aku menyakitinya saat dia memberikan seluruh perhatiannya padaku. Dia membantuku move on. Membuatku luluh. Mungkin senyumnya tidak seperti senyum dia tapi aku sadar aku mulai mencintainya. Aku tersadar dari lamunanku saat dia memeluk pinggangku dari belakang.
"Apa yang kamu pikirkan?"
"Tidak ada."
"Kamu tidak memikirkan dia kan?"
"Hmm.... mungkin." Jawabku. Dia melepaskan pelukannya dan berbalik masuk ke dalam rumah. Aku bergegas mengejarnya dan memeluknya dari belakang.
"Hei! Aku bercanda. I love you."
"I love you more." Dia berbalik dan mencium keningku membimbingku masuk ke dalam rumah kami.
"No. I love you much more." Kataku mengungkapkan perasaanku padanya.
"I know. Sekarang masaklah. Aku sudah lapar."
"Baiklah. Kamu duduk saja, oke? Jangan menggangguku memasak."
"Iya deh." Katanya merenggut. Sungguh. Aku bahagia sekarang. Tidak dengan dia yang aku suka begitu lama. Tapi dengannya yang bisa menerimaku, membuatku bahagia dan melupakan dia. Dan sepertinya dengan segala sikapnya itu aku bisa berkali-kali jatuh cinta padanya tanpa pernah bosan. Selamanya.
***
END

Comments

Popular posts from this blog

Backstabber

Not Saying Word