Watch Your Step

Cerita ini bermula saat aku kelas 3 SMP. Sore itu aku dan teman-temanku tinggal lebih lama di sekolah setelah mengikuti materi tambahan untuk ujian akhir sekolah. Kami memutuskan untuk bermain Truth or Dare. Permainan yang menyenangkan biasanya. Kami membuat beberapa kesepakatan sebelum bermain.
1. Tantangan tidak vulgar dan mengandung SARA
2. Tantangan yang diberikan tidak boleh keluar lingkungan sekolah
3. Yang memberi pertanyaan atau tantangan adalah orang yang ditunjuk sisi bawah botol
Semua peraturan tersebut masuk akal tentu saja jadi kami mulai bermain.
Tiba saatnya aku mendapat giliran dan karena aku tidak ingin semua teman-temanku tahu siapa yang aku sukai aku memutuskan memilih tantangan. Selain itu, sebenarnya orang yang aku sukai juga berada di lingkaran ini. Berdasarkan peraturan maka salah satu temanku -- Audi -- mendapat giliran memberi tantangan padaku. Audi memintaku untuk menuju kedalam taman -- yang bisa dibilang hutan -- yang terdapat kolam ikan -- tadinya -- ditengahnya. Dia memintaku untuk berdiri disisi kolam sendirian selama 10 menit sejak tiba disisi kolam. Sungguh tantangan terburuk yang pernah aku terima. Jika begini lebih baik memilih jujur saja tadi. Sungguh rumor yang beredar mengenai taman tersebut tidak satupun yang menghibur. Jadi, bersama-sama kami menuju gerbang taman yang terletak dibelakang sekolah.
Tap! Satu langkah lebih dekat dengan gerbang. Butuh 2 langkah lagi untuk mencapai pagar. Bahkan sebelum masuk saja aku sudah gemetar. Tiba-tiba dia -- seseorang yang aku suka -- berdiri disampingku. Entah dia yang bisa membaca pikiran atau raut wajahku yang mudah terbaca, dia mengatakan akan menemaniku dan memberitahu waktu menunggu menjadi 5 menit. Saat aku menengok ke belakang, Audi mengangguk. Jadi, kami -- aku dan dia -- jalan beriringan menuju gerbang dan melangkah masuk.
Sudah 5 menit berlalu tapi kolam yang dimaksud belum terlihat sama sekali. Ditambah sinar matahari yang sepertinya mulai bergeser ke arah barat keadaan semakin gelap sehingga tanpa sadar aku menggenggam tangannya. Secara tidak terduga dia menggenggam balik tanganku tapi itu tak berlangsung lama. Beberapa detik kemudian aku tersansung oleh sesuatu yang cukup keras. Dia berjongkok disisiku mencoba membantuku berdiri sekaligus melihat benda yang membuatku terjatuh. Dia memungutnya dan aku ikut menatap benda itu. Benda itu bukan batu. Aku mengamatinya, batu tersebut memiliki dua lubang sejajar dan sama besar membentuk rongga mata manusia.
Setelah keheningan yang mencekam kami sama-sama menatap kebawah dan melihat kebelakang langkah kami. Ternyata berserakan tulang-belulang manusia. Tanpa pikir panjang aku memutuskan untuk berputar arah. Tidak peduli dengan tantangan atau apapun itu.
Tepat di dekat pohon besar, seseorang menunjukkan dirinya. Saat itu cahaya matahari bahkan tidak mencapai tanah jadi aku hanya melihat siluetnya. Siluet itu seperti seseorang yang membawa pedang besar atau entahlah. Aku hanya berharap gerbang taman segera terlihat.
Tiba di depan gerbang mereka menatap kami heran. Belum ada 15 menit dan kami sudah keluar taman. Kami bergegas kembali ke kelas dan mengambil tas kami, berusaha mengabaikan pertanyaan yang teman-teman kami ajukan. Setelah cukup tenang, dia menjelaskan pada mereka dan meminta kita semua bergegas untuk pulang dan melupakan kejadian hari ini, khususnya aku. Jadi, kami berjalan keluar kelas dan tanpa sadar aku kembali menggandeng tangannya. Dia mengeratkan genggamannya padaku memberi sedikit rasa aman. Setelah sampai di depan gerbang sekolah, tanpa sadar aku dan dia menengok ke belakang dan melihat orang itu. Sekilas, hanya sekilas matanya menatap kami tajam dengan sesuatu yang berkilau ditangannya. Tanpa sempat memperhatikan lebih lama, orang itu telah kembali menghilang kedalam taman. Seketika aku terpaku, tapi dia kembali menyadarkanku untuk kembali melangkah menhokuti yang lain. Jadi, aku kembali berjalan. Tidak bisa dipungkiri aku masih merasa diawasi, namun aku tidak berani untuk menoleh ke belakang dan membiarkan diriku kembali ketakutan. Satu hal yang pasti, hidupku tak pernah sama lagi sejak saat itu...

Tbc

Note : coba-coba bikin cerita horor. Fail tapi ya kayaknya.

Comments

Popular posts from this blog

Backstabber

Destiny?

Not Saying Word