Have You Ever?

I'm done hating myself for feeling
"Kamu sebenernya pernah suka sama aku ga si? Sebentar aja?" Tanya Ibel pada Bian. Ini adalah kencan mereka yang kesepuluh sejak Bian memutuskan menerima pernyataan cinta Ibel hampir tiga bulan lalu.
"Aku tau kok. Kamu masih suka
 teleponan sama dia, kan? Masih saling ngingetin, nonton, main, ketemuan." Lanjut Ibel lagi. Mereka kini sedang berada di angkringan menunggu hujan benar-benar berhenti. Diamnya Bian atas pernyataan Ibel membuat Ibel tersenyum lemah.
I'm done crying myself awake
Bian melihat tatapan itu, tatapan mata Ibel yang terluka. Namun Bian juga tidak memiliki jawaban atas apa yang ditanyakan Ibel jadi, dia meraih tangan Ibel dan menggenggamnya.
"Mulai Senin besok aku ga bakal ganggu kamu lagi, Ian. Maaf sudah memaksakan perasaanku." Lanjut Ibel, membalas genggaman tangan Bian.
I've gotta leave and start the healing
Ibel meremas sekali lagi genggaman tangan Bian dan melepaskannya.
"Aku antar pulang ya." Akhirnya Bian berbicara. Ibel tersenyum mengangguk sebelum membayar pesanan mereka dan keluar dari tempat angkringan itu.
But when you move like that, I just want to stay
Bian merangkul Ibel, berusaha menjaganya tetap dekat dan memayungi kepalanya menghalau rintik hujan yang masih turun dengan tangan saat berjalan ke arah motor Bian yang terparkir beberapa meter dari angkringan tersebut.
Setelahnya Bian memastikan helm Ibel terpasang sempurna di kepalanya dan merapatkan jaket yang Ibel gunakan sampai menutupi leher. Jadi, saat mereka sudah siap jalan Ibel melingkarkan lengannya di perut Bian dan Bian membalas dengan menangkupkan sebelah tangannya diatas genggaman Ibel. Sebelum semuanya benar-benar berakhir.
_____
What I have become?

Satu setengah bulan lalu...
"Bel, ini udah yang ke berapa kalinya si dia bikin lu nunggu?" Kata Ema sedikit kesal pada Ibel saat menemaninya, menunggu Bian menjemput.
"Maaf ya. Kalo lu mau duluan gapapa kok. Dia bilang lima belas menit lagi nyampe si." Kata Ibel merasa bersalah pada Ema. Rencananya memang setelah bertemu Ema, Ibel akan menghabiskan malam minggu ini berdua Bian. Sayangnya orang yang dia tunggu belum juga nampak batang hidungnya sedangkan kegiatannya dan Ema sudah selesai dari tiga puluh menit yang lalu. Jadi karena merasa bersalah, Ibel mengajak Ema duduk di cafe yang ada di sana. Setelah pesanan mereka diterima, Ibel benar-benar menyuruh Ema pulang dan meyakinkan Ema bahwa Ia akan menunggu Bian di dalam cafe.
"Hh...yaudah. Gue beneran balik ya. Hati-hati kalian, jangan kelon." Katanya mengerling pada Ibel.
"Ih...apaan si lu! Ga jelas. Sana pulang. Iya gue hati-hati." Jawab Ibel melempar plastik dari sedotan minumannya.
Looking through your phone now
Lima belas menit sudah berlalu dan sebuah pesan masuk pada ponselnya.
'Maaf, ternyata lebih dari lima belas menit ya. Ini aku kejebak macet dan lampu merahnya lama banget.'
Ternyata pesan dari Bian.
'Iya gapapa. Ema baru aja pulang kok. Aku nunggu di dalam cafe ya.'
Ibel membalas pesan Bian. Dia tahu sebenarnya Bian baru benar-benar jalan karena melihat story IG perempuan itu dengan Bian dua puluh menit yang lalu dan beberapa jam yang lalu.
Love to you is just a game
Bian sedang membantu perempuan itu pindahan. Tidak ada yang salah memang kecuali fakta Bian berbohong dengan mengatakan bahwa ia harus menemani ibunya pergi saat beberapa jam yang lalu Ibel menanyakan posisi Bian di mana.
Look what I've done
Ibel sudah hampir meninggalkan mejanya karena minumnya sudah habis saat melihat dari tempatnya duduk Bian sedang berjalan memasuki pintu samping mall dengan perempuan itu yang menggandeng lengannya.
Ibel memutuskan menelepon Bian saat itu, mencoba memastikan Ia tidak salah lihat.
Dialing up the number on you
"Udah sampe?" Tanya Ibel dengan suara yang dipaksakan terdengar biasa.
"Udah. Baru aja di parkiran. Kamu di Cafe Melody, kan?" Tanya Bian.
"Iya, tapi aku ke lagi di toiletnya. Oiya, aku udah beli tiketnya. Jadi nanti tinggal masuk aja." Jawab Ibel sambil berjalan ke toilet berusaha membenahi hatinya. Tidak ingin tahu bagaimana Bian berpisah dengan perempuan itu di depan matanya.
I don't want my heart to break
___
Baby, how do you sleep when you lie to me?
"Jadi tadi nganterin ibumu ke mana?" Tanya Ibel setelah mereka duduk di bangku bioskop.
"Kamu mau rasa apa?" Tanya Bian balik saat melihat ada penjual popcorn.
"Apa aja." Jawab Ibel. Jadi, Bian membelikan popcorn rasa asin dan lemon tea.
"Satu aja gapapa ya. Kamu juga ga banyak minum kan kalo nonton?" Tanya Bian dan menyerahkan popcorn pada Ibel dan meletakan minumnya pada pegangan.
"Iya. Jadi, ke mana sama ibumu?" Jawab Ibel menyamankan posisi duduknya dengan popcorn di tangan.
"Bantu angkat-angkat dari pasar." Jawab Bian tanpa menghadap Ibel. Tidak lama film diputar.
"Kamu ga ada yang mau bilang ke aku gitu?" Tanya Ibel sekali lagi masih menghadap Bian.
"Bilang apa? Sssh...udah mulai filmnya." Kata Bian menghadapkan kepala Ibel ke layar. Ibel yakin mendengar desahan napas lega dari Bian sesaat dia menoleh ke arah Bian sebelum fokus menonton.
All that shame and all that danger
"Ga suka deh sama ceritanya. Kurang sreg. Ga kayak film yang pertama. Iya ga sih, Ian?"
"Apa? Animasinya tetep bagusan ini si kalo menurut aku."
"Iya oke. Tapi jadi kebanyakan nyanyi-nyanyi, kan? Ah...kamu mah ga liat. Orang tidur. Cape banget ya bantu ibu?" Tanya Ibel masih mencoba Bian berkata jujur.
"Hahahaha...iya gitu deh." Bian menjawab seadanya sambil menggandeng tangan Ibel menuju parkir motor.
I'm hopin' that my love will keep you up tonight
____
Baby, how do you sleep when you lie to me?
'Kamu udah sampe?'
'Udah baru aja.'
'Aku telepon ya?'
'Nanti. Dua puluh menit lagi ya.'
'Oke. Aku juga beberes dulu deh.'
Tidak ada lagi balasan setelahnya dari Bian. Berusaha untuk tidak berpikir bahwa Bian sedang menghubungi perempuan itu, Ibel memutuskan membersihkan dirinya.
All that fear and all that pressure
Sudah sepuluh menit berlalu sejak dua puluh menit yang dijanjikan Bian. Namun saat Ibel mencoba menelepon, Bian sedang dalam panggilan telepon yang lain. Jadi Ibel memutuskan untuk mengirim Bian pesan.
'Ga jadi telepon ya? Kamu lagi telepon siapa? Aku ganggu ya?'
Ibel memutuskan membuka instagram dan melihat story yang ada. Entah kenapa story perempuan itu selalu muncul dan dia melihatnya. Screenshoot bahwa Bian sedang melakukan panggilan video dengan perempuan itu. Jadi, Ibel memutuskan untuk memilih mute pada akun perempuan itu. Bian masih belum membalas pesan terakhirnya jadi Ibel mengirim pesan lagi.
'Aku tau kamu ngerasa ga terikat dalam hubungan ini karena aku yang minta, tapi setidaknya kamu jujur. Kalo emang ada yang lebih penting bilang. Aku kan cuma minta itu.'
Setelahnya Ibel mencoba untuk tidur dan mengabaikan getar pada handphone-nya.
I'm hoping that my love will keep you up tonight
____
Bian menyudahi percakapan mereka. Dia tengah membaca pesan masuk dari Ibel. Merasa bersalah, dia mencoba menghubungi Ibel namun tidak diangkat. Setelah tiga kali tidak diangkat, Bian memutuskan mengirim pesan.
'Maaf. Tadi temenku tiba-tiba telepon. Kamu udah tidur ya? I promise to call you 'and pick you up tomorrow, babe. Sleep tight😘'
(Tell me how you do)
____
Oh no, how did I manage to lose me?
Seminggu setelah putus...
"Lu ngapain si?" Tanya Ema saat melihat Ibel kembali duduk tidak tenang dibangkunya dan menggoyangkan handphone-nya.
"Bian ga kelas apa ya?" Tanya Ibel menatap Ema.
"Dia kan biasa telat. Setelah putus dari lu si kayaknya." Jawab Ema acuh. Mulai malas karena Ibel yang masih menaruh perhatian pada Bian.
Padahal Ibel yang meminta saat jadian maupun putus kemarin.
____
I am not this desperate, not this crazy
"Jadi Bian, yang hari ini tidak hadir akan berpasangan dengan Ibel ya." Kata dosen mata kuliah saat itu.
"Iya bu." Jawab Ibel.
"Lu kenapa deh? Padahal udah bener sama gue. Jadi bisa bertiga. Malah mau berdua." Kata Ema kesal pada Ibel yang hanya Ibel balas dengan senyuman meminta maaf.
"Udah gue ingetin ya." Kata Ema sekali lagi.
"Iya, beb. Maaci yaa..." Kata Ibel kali ini menggamit lengan Ema keluar kelas.
____
There's no way I'm stickin' 'round to find out
Ibel mengirim pesan pada Bian terkait tugas kelompok di kelas sebelumnya.
   'Bian, kamu ga masuk kelas kesiangan kah?'
   '*lu'
   'Eh...engga. Maksudnya mau ngasih tau kita sekelompok di matkul tadi.'
'Iya bel. Aku di kantin.'
   'Oh...oke. Aku susul ya, ngomongin tugasnya.'
   '*gue'
'Iya.'
____
Bian menatap Ibel saat Ibel sampai didepannya dan mendudukan dirinya. Tidak banyak yang berubah setelah seminggu mereka putus. Ibel masih bersikap seperti sebelumnya saat mereka hanya teman. Sebenarnya, bahkan sebelum status mereka berubah sebagai pasangan Ibel sudah beberapa kali mengutarakan perasaannya. Namun, tiga bulan yang lalu Ibel secara tiba-tiba memintanya menjadi pacarnya.
___
Tiga bulan lalu...
"Lu yakin?"
"Iya."
"Kenapa si? Biasanya juga ga sampe nembak gue lu." Kata Bian menatap Ibel dari samping. Saat ini mereka sedang di kantin karena keduanya kebetulan terlambat masuk kelas.
"Ya gapapa. Sekali aja. Siapa tau lu bisa move on dari mantan terakhir lu ke gue." Kata Ibel berusaha terdengar biasa saja.
"Yee..pede lu. Emang lu beneran gapapa kalo gitu?"
"Ya gapapa. Namanya juga usaha kan?" Jawab Ibel tersenyum menoleh pada Bian.
...
"Jadi mau ga?" Tanya Ibel lagi menyenggol bahunya setelah tidak ada tanggapan dari Bian.
"Yaudah."
"Etapi gue minta satu hal." Kata Ibel mengacungkan jari kelingkingnya.
"Janji supaya sama-sama jujur di hubungan ini." Kata Ibel melanjutkan sambil menatap Bian tepat di mata.
"Iya. Janji." Kata Bian mengaitkan kelingkingnya pada Ibel.
"Yeay!" Kata Ibel sedikit bersorak setelah tautan kelingking mereka terlepas.
"Berisik." Kata Bian mengorek kupingnya bercanda.
"Maaf seyeng." Balas Ibel setengah mengejek. Mereka tertawa dan mulai memakan makan siang masing-masing.
____
I won't lose like that, I won't lose myself
"Bian. Dengerin ak...gue ga si?" Tanya Ibel mengembalikan kesadaran Bian.
"Eh...apa?"
"Ini jadinya mau dibagi gimana?" Ibel menunjuk kertas di depan mereka.
"Bentar aku baca lagi." Kata Bian menarik kertas tersebut kearahnya.
"Ak..gue mau pesen makan. Ka...lu mau dipesenin sekalian ga?" Tanya Ibel agak kikuk. Sebenarnya Ibel hanya berusaha untuk mengembalikan debaran jantung dan nada suaranya dengan menyingkir sesaat dari Bian.
"Iya. Samain aja." Jawab Bian mencoba fokus pada tulisan di atas kertas.
Tidak lama Ibel meninggalkan meja, Bian memindahkan tas Ibel dari seberang kursinya ke sebelahnya berharap Ibel akan pindah duduk di sampingnya setelah memesan makanan.
____
Look what I've done
Ibel mencoba memakan makanannya dengan tenang karena itu menjadi hal yang sulit saat dia akhirnya mengalah untuk duduk di samping Bian setelah sedikit berdebat.
Setelah suapannya yang pertama, Bian tiba-tiba kembali berbicara.
"Kamu kok sop si? Kan aku bilang samain." Kata Bian sedikit kesal.
"Ya kan kamu...lu ga suka sopnya ibu yang itu. Ya a..gue pesenin yang lain lah." Jawab Ibel berusaha tidak kesal.
"Inget aja si. Tapi kan aku minta samain." Kata Bian lagi.
"Bian, boleh ga balik jadi 'gue-lu' lagi aja. Terus, kalo emang lu masih mau sop yaudah tukeran aja sini." Kata Ibel menggeser mangkuk sopnya dan menarik piring Bian.
"Kenapa si? Jadi kebiasaan pake kamu ke kamu ga boleh? Lagian bukan gitu ya maksud aku." Jawab Bian menarik kembali piringnya.
"Ya boleh. Terserah si. Yaudah." Ibel tidak dapat membalas lagi. Jadi, ia mencoba fokus pada makanan didepannya.
Dialing up the numbers on you
"Tapi, Bel. Kita balik temenan kok kamu jadi jarang chat aku?" Tanya Bian sambil memindahkan tempe pada piringnya ke mangkuk Ibel. Ibel yang menyadari hal tersebut hampir saja tersedak sebelum cepat-cepat menyeruput kuah yang malah menyebabkannya tersedak lebih parah karena kuahnya cukup pedas.
"Pelan, Bel. Ga jadi minta kok gue." Kata Bian sambil menepuk punggung Ibel dan menyodorkan minum Ibel dari tasnya.
"Uhuk...aneh kamu. Ini tempenya kenapa dikasih ke aku?" Ibel menatap Bian dengan mata berair sisa tersedak tadi. Mencoba mengabaikan fakta dia masih belum bisa kembali menggunakan 'gue-lu' pada Bian.
"Bahkan sebelum kita pacaran kan kamu suka ambil tempe aku juga."
"Ya kan seringnya juga ambil sendiri, ga usah dikasih gini."
"Ya gapapa. I just notice that. Jadi, ya reflek aja." Kata Bian mengedikan bahu dan kembali menyantap makanannya.
Berusah mengabaikan perasaannya, Ibel kembali melanjutkan makan.
...
I don't want my heart to break
"Nanti aku buat gdocs deh ya. Jadi langsung disitu aja kalo mau update ngedit dan lainnya." Kata Ibel. Mereka sudah cukup lama selesai makan siang dan kembali membahas tugas yang ada.
"Ada lagi ga?" Tanya Bian.
"Engga keknya. Aku duluan kalo gitu ya." Kata Ibel merapikan kertas hasil diskusi mereka.
"Tunggu. Mau ke mana si?" Tanya Bian menarik ujung kemeja Ibel.
"Janjian sama Ema, mau main."
Jawab Ibel fokus membereskan barangnya.
"Ibel, duduk dulu si. Berangkat dari sini aja si barengannya." Kata Bian mencoba menahan Ibel.
"Ya dia abis dari perpusat, kasian aja balik kesini cuma buat jemput terus ke sana lagi." Ibel menatap Bian aneh.
"Yaudah. Aku ngomong sekarang."
"Nanti aja. Aku buru-buru." Kata Ibel sambil berdiri dan meraih tasnya.
"Aku....mau.... minta maaf." Kata Bian menunduk memandang tangannya yang memegangi tas Ibel.
"Oke dimaafin. Udah ya." Kata Ibel kali ini keluar dari kursinya. Bian masih memegangi tasnya dari samping.
"Belum kelar ih."
"No. Enough. Aku paham Bian. Aku ga perlu penjelasanmu lebih lanjut. You broke the promise while you know very much that I hate it. Aku juga minta maaf karena memaksakan banyak hal dalam hubungan kita. Terima kasih karena memenuhi permintaanku walaupun sepertinya aku tidak berhasil membantumu move on. Maaf aku harus pergi karena Ema sudah menelepon lagi." Kata Ibel menunjukan layar handphone-nya yang memang ada panggilan masuk dari Ema. Sekilas sebelum benar-benar pergi, Ibel melihat panggilan pada handphone Bian diatas meja dari perempuan itu.
____
Love will keep you up tonight
Apa yang ingin dikatakan Bian sebenarnya adalah bahwa Ibel berhasil membantunya move on. Sudah sejak dua bulan lalu, saat mereka merayakan satu bulan hubungan mereka Bian mulai memperhatikan hal kecil yang dilakukan Ibel tanpa sadar. Memastikan keadaan Ibel jika tidak dapat bertemu, bertukar kabar dan banyak hal lainnya yang membuatnya sering memikirkan Ibel. Sayang, Bian baru menyadari hal itu tepat bulan ketiga yang harusnya jadi perayaan hubungan mereka, seminggu setelah Ibel memutuskan menyudahinya. Satu hal yang Bian sesali saat ini karena berbohong pada Ibel dan menampik perasaannya dengan masih merespon mantannya dalam bentuk apapun saat dia masih menjalin hubungan dengan Ibel.
Love sure keep him up tonight

END


P.s. Still Inspired by How Do You Sleep - Sam Smith

Comments

Popular posts from this blog

Backstabber

Not Saying Word