Delicate

This ain't for the best
My reputation's never been worse, so
You must like me for me
Kamu mengenalnya saat para senior mengarahkan kalian untuk berkumpul antar jurusan. Sebenarnya saat itu kamu bahkan tidak menaruh perhatian sama sekali padanya karena, kamu baru saja putus dari pacar yang sudah dua tahun bersamamu. Padahal setelah ada jeda seminggu dari acara orientasi mahasiswa baru kamu berniat pulang untuk merayakan tiga tahun bersamanya. Jadi kamu merubah rencanamu saat giliran kamu mengenalkan diri. Kamu bilang, jurusan ini bukanlah pilihan pertamamu namun mungkin dengan kamu menjadi seseorang yang dikenal banyak orang kamu berharap pacarmu kembali. Walaupun, kamu tidak mengatakan bagian terakhir untuk membuat impresi pada mantan pacarmu didepan semua orang saat itu. Yang tidak kamu pertimbangkan, tekadmu yang berbeda dari yang lain ternyata menarik perhatiannya.
___
We can't make
Any promises now, can we, babe?
But you can make me a drink
"Jadi, lu di asrama juga? " Tanyaku padanya. 
"Iya."
"Sendiri? "
"Engga."
"Terus? "
"Sama temen sedaerah gue. Senior si. "
"Wah... Sejurusan kita? "
"Engga."
"Okay." Balasku menutup percakapan kami. Dia menarik, tapi irit bicara jadi aku putuskan hanya cukup mengenalnya. Dasarnya aku yang tidak suka hening yang canggung jadi memutuskan bertanya lagi padanya. 
"Gue Tami. Nama lo siapa? "
"Fian."
"Oke Fian. Bareng ya kalo mau balik ke asrama. " Kataku. 
"Iya."
"Iya?"
"Iya." Katanya sambil mengangguk meyakinkan. Jadi, aku bangun lebih dulu dan berjalan menuju kantin. Aku punya janji dengan teman kelompok fakultas disana. Tidak lama dia berjalan dibelakangku. 
"Lu ngikutin gue? "
"Gue juga ada janji di kantin. " Katanya berjalan mendahuluiku. 
"Okay. Panggil ya kalo mau pulang. " Kataku sekali lagi. Dia mengangkat tangannya membentuk huruf O dengan jari telunjuk dan ibu jarinya. 
____
Dive bar on the east side, where you at?
Phone lights up my nightstand in the black
Kamu terbangun karena gawaimu yang tidak berhenti berbunyi. Yang terakhir kali kamu ingat saat terbangun bahwa kamu melewatkan shalat maghrib. Saat itu, perkuliahan sudah berlangsung bersamaan dengan masa orientasi jurusanmu dan jurusan lainnya di fakultasmu selalu berlangsung seperti itu tiap tahun. Saat kamu melihat jam ternyata memang belum terlalu malam untuk seseorang yang tengah menghubungimu terus-menerus. Jadi, kamu putuskan mengangkatnya karena mungkin memang ada yang cukup penting. Benar saja, jika kamu tidak mengangkatnya mungkin kamu akan dimusuhi satu angkatan dan membuat dosen menilaimu tidak baik karena mengabaikan tugas pertama yang diberikan. 
____
Come here, you can meet me in the back
Dark jeans and your Nikes, look at you
"Lo tidur apa mati si?" Kataku pada dia diseberang telepon. 
"Assalamu'alaikum. Iya kenapa?" Tanyanya mengabaikan tanya emosiku. 
"Wa'alaikumsalam. Udah bangun?" Tanyaku merubah pertanyaan. 
"Baru bangun. Gue kelewat maghrib."
"Ya siapa suruh? Kita lagi di kantin. Mau ikut nugas ga?"
"Emang ada tugas?"
"Yaudah. Bangun dulu dah lu. Baca grup. Kita mau sampe jam sepuluhan di kantin." Jelasku lebih lanjut. 
"Okay. Gue cuci muka sama isyaan dulu. Nanti gue kabarin ya."
"Ya. Jangan lama."
"Katanya sampe jam sepuluh."
"Ya siapa tau kelarnya lebih cepet. Lagian udah jam sembilan ya sekarang. "
"Yaudah. Iya."
Oh damn, never seen that color blue
Just think of the fun things we could do
"Lama bener si. Hampir aja gue balik beneran." Kataku padanya yang akhirnya tiba di meja kami. 
"Yang lain mana?"
"Beli jus."
"Lu ga beli?"
"Nitip."
"Gue beli makan dulu ya. Laper." Katanya setelah meletakan peralatannya di meja kami. 
"Yaudah. Gue nitip gorengan ya, Ian."
"Bukan sekalian."
"Baru pengen elah." Kataku sambil mengutak-atik gawaiku mencari hiburan menunggu yang lain kembali ke meja kami. Sekilas aku melihatnya menggelengkan kepala atas jawabanku sebelum benar-benar beranjak membuatku tersenyum kecil. 
'Cause I like you
____
This ain't for the best
My reputation's never been worse, so
You must like me for me
Seseorang menepuk pundakmu sehingga kamu mengalihkan pandangan dari gawaimu. Orang yang menepuk pundakmu tadi menarik sedikit bagian lengan kemejamu. Kamu baru menyadari bahwa bus yang kamu tunggu daritadi sudah didepanmu dan kalau bukan karena orang itu mungkin kamu terpaksa harus berjalan ke tujuanmu selanjutnya. Jadi, kamu mengikuti dibelakangnya mengantri masuk ke dalam bus. Badan dia yang kecil memudahkannya menuju bagian tengah bus yang saat itu cukup penuh. Kamu berusaha mengekorinya walaupun masih sibuk membalas pesan yang ada di gawaimu sehingga tanpa sadar kamu memegang belakang tasnya. Dia kembali menepuk pundakmu saat sudah tidak berjalan lagi dan mengarahkan dirinya menghadap pegangan didepannya. Kamu melakukan hal yang sama.
___
We can't make
Any promises now, can we, babe?
But you can make me a drink
"Lu sibuk banget ya, Ian?"
... 
"Fian! Ih diajak ngomong." Kataku menyenggol bahunya. Setidaknya bus sedang berhenti di halte jadi saat aku menyenggol bahunya sedikit dia tidak terdorong kedepan tapi, gawainya hampir terjatuh sehingga aku segera memasang wajah tersenyum meminta maaf. 
"Iya. Kenapa?" Katanya akhirnya memutuskan mengantongi gawainya setelah menguncinya. 
"Sibuk banget."
"Iya. Gitu."
"Jadi daftar yang itu?"
"Jadilah. Lu ga jadi ikutan?"
"Engga deh kayaknya. Ditawarin yang lain."
"Hoo..." Fian ber-oh panjang dan bersiap mengeluarkan gawainya lagi. Jadi, aku berinisiatif bertanya. 
"Mau turun halte mana emang lu?"
"Mui."
"Tuh bentar lagi."
"Oiya. Thank you ya." Katanya mencoba berjalan ke belakangku menuju pintu belakang bus. Sayang bus saat itu benar-benar padat sehingga dia malah jadi berdiri persis dibelakangku dan berpegangan dengan satu tangan pada peganganku. 
"Gue sama anak-anak tar malem mau nugas lagi di kantin. Lu balik jamber?" Kataku menoleh sedikit. 
"Gatau. Gue ngikut ya. Sebelum bus terakhir lah paling."
"Oke. Nanti gue kabarin."
"Oke." Jawabnya dan berjalan turun setelah antrian terakhir di halte yang dia tuju.
____
Is it cool that I said all that?
Is it chill that you're in my head?
'Cause I know that it's delicate
"Lu naksir dia ya?" Tiba-tiba saja Nia bertanya padaku. Di depan semua orang. Maksudnya Putra, Rumi, Afif, Yudha, Budi Ida dan Muna. Kami berniat mengerjakan tugas bersama di kantin karena percaya bahwa tidak akan selesai esoknya kalau dikerjakan tidak berkumpul seperti ini. Walaupun kami semua sadar waktunya akan lebih panjang karena diselingi makan, mengobrol dan banyak lagi sampai tugasnya benar-benar selesai. 
"Apaan?" Kataku menatap Nia aneh. 
"Lu kan tau gue suka Yudha, ya kan Yud?" Kataku tersenyum melihat ke arah Yudha. Yudha hanya tertawa menanggapiku.
"Terus mana orangnya sekarang?" Tanya Budi mulai tidak sabar. Sebenarnya, Budi sudah hampir menyelesaikan bagiannya karena beberapa dari kami mengambil mata kuliah yang sama dan mendapat tugas kelompok. Sedangkan yang lain mengerjakan tugas dari mata kuliah yang berbeda. 
"Bentar lagi sampe katanya." Jawabku kembali mengecek gawaiku setelah mendapat balasan Fian. 
"Lu ga mau ngerjain yang kedua terakhir aja, Tam?" Tanya Putra. Bagiannya sebenarnya sudah selesai, tapi dia memutuskan melanjutkan mengerjakan yang lain. 
"Gapapa. Biar gue sekalian rapihin." Jawabku sambil mulai mencari referensi untuk bagian terakhir. 
Is it cool that I said all that? 
Is it too soon to do this yet?
'Cause I know that it's delicate
Tidak lama Fian datang, setengah berlari menghampiri meja kami. 
"Telat ya gue? Maaf ya." Katanya pada seluruh orang di meja itu. Saat Fian datang, Ida dan Nia memutuskan kembali ke kamar. 
"Kok kalian balik?"
"Udah kelar. Tinggal nungguin lu." Kata Ida. 
"Lu ga marah sama gue kan?" Tanya Fian pada Ida. 
"Engga. Emang udah beres aja. Kasian tapi Tami nanti sendirian lu belum dateng." Jawab Ida.
"Kan ada Nia." Kata Fian menunjuk Nia. 
"Gue ada urusan sama Afif." Jawab Nia.
"Ooo.."
"Yaudah. Fian lu mau ngerjain sekarang ga? Bagian lu yang kedua terakhir." Kataku mengembalikan fokus Fian pada tugasnya. 
"Eh iya. Gue beli minum bentar ya." Kata Fian beranjak setelah melepas tasnya dan meletakan di dekat kakiku. 
"Gue beliin aja. Lu mau beli apa? Gue mau beli jus." Kataku sambil berdiri. 
"Yaudah. Es teh aja deh." Jawabnya duduk di tempatku dan mulai memfokuskan dirinya pada tugas di depannya. 
"Oke." Jawabku berlalu dari sana. 
____
Third floor on the West Side, me and you
Handsome, your mansion with a view
Hari ini adalah hari terakhirmu menjabat di organisasi tersebut. Organisasi tempatmu sekarang sedang mengadakan farewell sekaligus serah terima jabatan di akhir acara. Seperti pada tiap farewell tahunan, organisasimu juga mengundang seluruh organisasi serupa yang ada di kampus. Jadi, kamu tidak kaget saat melihat dia diantara kerumunan orang-orang. Namun ada satu hal yang menjadi pikiranmu saat ini mengenai sikapnya. Tidak biasanya dia berusaha mengabaikanmu padahal kamu dan dia sempat saling melihat. Jadi, kamu melakukan hal yang sama. Berpura-pura tidak menyadari keberadannya. 
___
Do the girls back home touch you like I do?
Long night, with your hands up in my hair
"Lu ga mau nyamperin Fian?" Ini Putra yang bertanya. 
"Engga. Nanti aja. Lagi beda circle dia sama kita." Jawabku.
"Padahal gue udah manggil dia tau, Tam." Ini Afif yang bilang. 
"Cari makanan aja lah yuk. Biar pas balik ke asrama gue ga mampir kantin lagi." Jawabku berusaha mendistraksi mereka. 
"Ayo dah." Kata Putra. Kali ini aku yang mengikutinya setelah tadi ia mengekoriku bertemu teman-teman yang aku kenal disana. Putra lebih pandai kalau urusan perut. Walaupun alasan sebenarnya adalah aku tidak mau kehilangan fokus dan jarak pada Fian saat itu. Maksudnya, aku berusaha menahan diri untuk tidak selalu mengganggunya dengan teman-temannya yang tidak aku kenal. 
Echoes of your footsteps on the stairs
Stay here, honey, I don't wanna share
Jadi, kami - Aku, Afif dan Putra - sedikit terkejut karena Fian yang menghampiri kami lebih dahulu. Bertanya bagaimana acaranya dan berbasa-basi. 
"Tami, lu mau balik bareng ga? Busnya lima belas menit lagi lewat deh." Kata Afif. 
"Fian, ini acaranya bentar lagi kelar ga si?" Tanyaku memegang sedikit baju pada sikunya dan mengabaikan pertanyaan Afif. Putra dan Afif hanya saling berpandangan dan memutar bola mata mereka. 
"Iya. Gue balik bareng kalian aja deh." Jawab Fian. 
"Emang ga mau eval atau apa dulu? Biasanya kan gitu?" Balasku memastikan. 
"Ga deh. Besok aja. Masih sempet lagian." Jawabnya meyakinkan dan menepuk kepalaku pelan. 
"Sekarang dah yuk." Kata Putra sambil melihat jam tangannya. 
"Gue ke dalem bentar pamit ya." Kata Fian memegang lenganku sekilas. 
"Chat aja si. Lu kalo ke dalem lagi pasti lama, ga kekejar busnya." Saranku, tidak ingin terlihat seperti menahannya pergi lagi. 
"Iya gitu aja. Ayo." Kata Putra membalikan badan Fian dan mendorongnya berjalan keluar. 
"Oke." Jawab Fian pasrah. Jadi, aku segara berjalan di belakang mereka bersama Afif keluar ruangan, tersenyum kecil terhadap keadaan. 
'Cause I like you
____
Is it cool that I said all that?
Is it chill that you're in my head?
'Cause I know that it's delicate
"Gue suka sama lu tau, Ian." Kataku tiba-tiba sore itu di kantin asrama. Dia menghentikan sekilas kegiatannya mendengar pernyataan cintaku yang tiba-tiba. 
"Kok lu diem si?"
"Ya terus gue harus bales apa?"
"Ya ga ada si. Gue juga cuma bilang doang." Kataku lagi mengedikan bahu. 
"Yaudah."
"Yaudah." Kataku akhirnya. Tidak lama yang lain mulai mendatangi meja kami.
"Kalian berdua doang dari tadi?" Tanya Putra dengan makanan ditangannya. 
"Iya. Nungguin lu lama banget." Jawabku sambil merebut kacang yang ada di salah satu tangannya. 
"Main ambil aja si bu. Bayar." Katanya lagi. 
"Denda kali, udah dari tadi nih ngetag bangku." Balasku pada Putra.
Is it cool that I said all that
Is it too soon to do this yet?
'Cause I know that it's delicate
"Jadi lu udah bilang Tam sama Fian?" Tanya Putra lagi duduk didepanku. 
"Bilang apaan?" Tanya Fian menghentikan kegiatannya dan menatap Putra. 
"Tami naksir sama lu." Kata Afif yang datang dari belakang kami. 
"Lu tau juga?" Tanya Fian pada Afif yang mengambil tempat di depannya. 
"Lu doang kali yang sadar ga sadar." Kata Putra pada Fian. 
"Oh." Jawab Fian akhirnya mengangguk. 
"Gitu doang?" Tanya Putra. Kalau dilihat-lihat menyebalkan sekali Putra jadi aku memutuskan menendang kakinya dari bawah meja. 
"Sakit." Kata dia melemparku dengan kacang ditangannya.
"Bawel lagian. Mending kerjain tugasnya sekarang, yuk." Kataku mengalihkan fokus mereka yang meminta kejelasan cerita.
____
Sometimes I wonder when you sleep
Are you ever dreaming of me?
Kamu sebenarnya cukup terkejut dengan apa yang dikatakan olehnya beberapa jam yang lalu saat hanya berdua dengannya sebelum yang lain datang. Kamu pikir semua sikapnya selama ini memang karena hubungan pertemanan yang kamu, dia dan teman-teman yang lainnya jalani karena pada setiap kesempatan yang ada dia melakukannya juga pada teman-teman laki-lakinya yang lain. Bagaimana dia mencoba mengingatkanmu akan hal penting dan menceritakan hal yang tidak penting sehingga membuatmu sedikit terhibur. Atau saat dia bergantian mentraktir camilan saat sedang berbahagia. Padahal yang kamu tahu, dia menyukai salah satu teman kalian yang tinggi namun memiliki keyakinan yang berbeda dengan kalian. Bahkan kamu pernah berpikir bahwa dia menyukai teman dalam circle kalian yang cukup dekat dengannya. Jadi, selama ini semua yang mungkin dia lakukan adalah untuk menarik perhatianmu. 
____
Sometimes when I look into your eyes
I pretend you're mine, all the damn time
"Fian, lu tau kan gue suka sama lu?" Tanyaku tiba-tiba saat menunggu giliran konsultasi dengan dosen pembimbing kami. 
"Iya." Jawabnya. 
"Makasih ya udah ga ngejauh dari gue." Kataku. 
"Hahahaha.. Ya gapapa. Kan gue ga bisa ngatur perasaan orang." Jawabnya membenarkan kacamatanya. 
"Iya bener si. Tapi pasti kadang lu risih ga si karena semua orang jadi ngeliat gue atau lu pasti dikait-kaitin?" Lanjutku. 
"Iya si. Kadang, tapi yaudah." Balasnya mengedikan bahu. 
Is it cool that I said all that?
Is it chill that you're in my head?
'Cause I know that it's delicate
"I personally am sorry too you ya. Abis kadang gue cerita ke mereka berlebihan si. Tapi... " Sebelum aku selesai, Tian sudah selesai bimbingan dan menyuruhku masuk. Jadi aku bangun dan membawa tasku. 
"Tapi... " Fian menarik tasku pelan. 
"Nanti kalo ketemu lu lagi gue cerita ya. Lebih penting masa depan gue ini hehehehe" Balasku dan berjalan masuk ruangan meninggalkan Fian di bangku tunggu. 
___
Is it cool that I said all that
Is it too soon to do this yet?
'Cause I know that it's delicate
"Fian, keknya kita ga bisa ngelarin obrolan kita yang terakhir deh. Tapi gue janji will explain everything to you after all this madness. Makasih ya udah mau bantuin. " Kataku saat tinggal kami berdua di ruang seminar. 
"Oh.. Gue cabut duluan ya kalo gitu." Katanya lagi merapikan tasnya bersiap pergi. 
"Okay. Hati-hati ya. Terima kasih banyak sekali lagi." Kataku ikut merapikan barang-barangku. Fian sudah hilang dari pandangan. Dalam hati aku sudah berjanji, jika memang tidak bisa dijelaskan secara langsung maka aku akan menuliskan semuanya karena aku sejak awal seharusnya menyudahi ini semua. 
'Cause I like you
THE END


P. S. Inspired by Delicate - Taylor Swift

Comments

Popular posts from this blog

Backstabber

Not Saying Word